Langsung ke konten utama

Kapan?

Kapan wisuda?
Banyak yang nanyain, dan akan aku jawab. H-1 wisuda nih!
Bagaimana perasaannya? Tanpa dipungkiri ternyata biasa aja hahaha. Awalnya aku sendiri mengira, semakin mendekati hari H pasti akan semakin tidak sabar untuk pakai toga dan masuk graha. Nyatanya semakin banyak yang diurus, semakin banyak yang difikirkan, Semakin mendekati hari H malah semakin belom pengen lepas dari kampus ;(


Setelah selaksa urusan tetek bengek kampus yang rasanya pengen aku ketekin aja ini (re: UKT), ternyata masih ada aja urusan lain-lain yang harus diselesaikan sebelum angkat kaki dari kampus. Administrasi alumni lah, bayar pelepasan ini itu lah, tanda tangan ijazah lah, urus transkrip dll lah, sewa toga, booking salon, booking hotel, lalalalalala.. sampai ke keinginan untuk teman-teman ikut meramaikan hari bahagia besok dan soal pendamping wisuda. Apa? Pendamping wisuda?

Dari segenap persiapan itu dapet pelajaran bahwa, seeeseneng apapun kita lulus, seeelega apapun bisa kelarin tugas akhir, kita belum boleh lengah coy. Perjuangan baru dimulai. Tidak hanya soal bagaimana kehidupan-setelah-lulus tapi diawali dari bagaimana kehidupan-setelah-sidang-dan-sebelum-wisuda. Somehow di titik inilah kedewasaan kita di uji which is udah ngga ada ikatan dengan tugas-tugas perkampusan tapi belum lepas dari perkampusan. Dimana kamu harus mulai mikir kehidupan-setelah-lulus sedari dini sedari sekarang. Bahkan aku sendiri suka udah stress duluan mikirin ginian sejak masih garap skripsi. Hahaha. Mikir, mau ngapain aku abis kelar acc skripsi? Mau ngapain aku setelah dinyatakan lulus? Bisa kasih apa ke orang tua selain hasil belajar dan predikat? Mau melakukan apa kamu untuk sekitarmu? Apa yang belum kesampaian dari daftar 100 mimpimu itu? Apa bekalnya cukup?

Dijamin, setiap mau tidur kamu mikirin kalimat-kalimat tanya di atas itu bakal pusing. Hahaha. Anyway, begitulah hidup. Setelah kamu melewati suatu fase, akan ada fase lanjutan dimana fase lanjutan itu ngga mungkin sama persis plek jiplek sama yang kamu harapkan dan fikirkan. Dan di sekitar kita, di Indonesia pada umumnya, masa-masa seperti inilah yang akan orang teliti. Mereka akan dengan semangat menanyakan seabrek pertanyaan yang berawalkan kata tanya 'KAPAN', dengan buntut yang sangat beragam. Kapan kerja? Kapan nikah? Kapan punya anak? Kapan S2? Kapan punya mobil? Kapan haji? Kapan mati?

Literally, ngga ada orang yang 100% berkenan dikenai pertanyaan berawalkan kata tanya 'KAPAN' itu. Kadang suka heran sendiri, kenapa sih nanya-nanyain itu? Kan privasi hidup kita. Tidak semua orang punya keterbukaan soal kehidupan mereka ke semua orang yang mereka temui. Ada kalanya kita cukup memberi doa dan dukungan atau minimal-minimalnya ucapan selamat atas hal yang berhasil ia capai saat ini. Karena karir, pendapatan, jodoh, anak, hidup, mati dan sebagainya itu hanya ada di tangan Allah. Tetap manusia yang mengusahakan dan meminta lewat doa. Kalau ada yang menerima pertanyaan 'KAPAN' sebagai sebuah motivasi, itu akan bagus sekali. Tidak merasa ada tekanan maupun pojokan. Namun untuk yang menganggap pertanyaan 'KAPAN' sebagai momok mengerikan seakan kita harus segera menuju yang mereka pertanyakan, lebih baik renungkan dulu deh apa kata hati kamu. Mungkin memang tingkat ke-baper-an orang beda-beda, tapi kita tetap harus bisa berusaha menempatkan posisi dimana dan bagaimanapun keadaannya. Anggap saja pertanyaan itu adalah sebuah doa, yang mengisyaratkan orang-orang yang menanyakan pertanyaan 'KAPAN' sangat menantikan kesuksesan kita dari apa yang mereka pertanyakan.

Jadi, aku siap-siap aja sih kalau besok mulai lagi dibanjiri pertanyaan horor itu. Yah mau gimana lagi? Kita terlanjur hidup di wilayah yang memang (harus) kaya toleransi. Yang tidak disukai pun harus bisa kita toleransi. Tul?

Tidak suka itu boleh, membenci itu jangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Mahasiswa Sehat dari Masyarakat

Mahasiswa bukan hanya kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan rakyat biasa, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Karena kedudukannya, mahasiswa sendiri menjadi memiliki banyak peran dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari bidang mereka masing-masing.

Navigasi

Senin yang ceritanya long weekend kemarin, aku dan bapake bertandang ke suatu tempat untuk tujuan tertentu. Ceritanya dapet kontak orang yang mau dituju di instagram nih. Yaudah aku hubungi lah dia. Setelah menceritakan maksud dan tujuan aku ingin berkunjung, si mbak yang menerima respon kontak memberikan infomasi arah ke alamat tujuan. Ceritanya di bio instagram dia udah ada info lokasi. Tapi cuma nama kecamatannya doang. Kutanya, sebelah mananya ya mba? Beliau bilang, "kalau dari arah kota perempatan pasar belok kiri, mba. nanti ketemu pertigaan, belok kiri lagi. Lurus aja terus nanti mentok nah itu rumahnya pas mentok jalan. Namanya mas ini" Oke, kita ikuti..

Ngeluh sama kerjaan?

Saat itu di suatu pagi dimana aku dapet panggilan wawancara di salah satu kantor cabang BUMN di kota perantauan waktu kuliah, banyak hal yang aku yakini itu skenario epic dari Allah terjadi. Jadwal wawancara jam 10 pagi. Karena waktu tempuh yang lumayan, aku berangkat dari rumah jam 7.30. Jelas sesampai di kota tujuan waktu untuk tiba di kantor masih longgar sekali. Setelah menyelesaikan urusan kekurangan pritilan berkas yang harus dibawa, aku mampir ke satu masjid favorit jaman kuliah. Masih jam 9 kurang sekian menit ketika setelah mengambil air wudhu aku masuk ke pintu jamaah putri. Ada sekitar 3 orang perempuan di dalam. Salah satunya ada di dekat tempatku sholat, sedang melantunkan ayat suci. Ketika selesai ritual dhuha, aku mundur menyenderkan bahu ke tembok belakang. Sambil membenarkan posisi kerudung, mbak-mbak yang baru saja selesai ngaji itu menyapaku, "Kerja dimana mba?".